Sekat-Sekat Sosial Jelang Pemilukada 2020

Penulis : Andre Suardi Piongdjongi

Sebagaimana Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, menegaskan bahwa Pemerintah daerah memiliki fungsi sebagai yang pengatur serta yang mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pemerintah daerah menyelanggarakan otonomi yang seluas-luasnya, terkecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah bertujuan sebagai meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan masyarakat umum serta daya saing daerah.

Atas dasar fungsi pemerintah daerah tersebut, harus disadari bahwa tujuan dasarnya adalah kesejahteraan masyarakat.

Ini tujuan mulia yang seyogyanya harus didukung dengan pondasi-pondasi dasar, termasuk proses pemilihan yang jujur dan adil.

Dalam negara demokrasi, pemilu adalah salah satu bentuk syarat mutlak yang harus dipenuhi.

Pelaksanaan pemilu yang luber dan jurdil pun memerlukan partisipasi aktif masyarakat.

Pelaksanaan pemilu yang baik melahirkan harapan yang lebih baik akan masa depan demokrasi yang bermuara pada terciptanya tatanan Pemerintahan yang berpihak pada kesejahteraan Masyarakat.

Dalam pelaksanaan Pemilu, semua unsur terlibat baik Penyelenggara, Pengawas, Peserta Pemilu dan Pemilih.

Begitupun TNI-Polri berkolaborasi dalam mengamankan jalannya Pemilihan.

Jajaran Pemerintahan Khususnya ASN juga perlu mengambil peran, bukan hanya tidak terlibat dalam politik praktis akan tetapi mereka sebagai pengayom masyarakat harus menjadi contoh dan memberikan tauladan dalam bersikap serta menyikapi secara bijak setiap “hiruk-pikuk” yang muncul dalam momentum Pemilu.

Media Sosial, telah menjadi ruang publik yang secara massif dimanfaatkan dalam suksesi ajang pemilihan.

Ruang ini pula, secara langsung atau tidak langsung telah menjadi jalur komunikasi yang efisien bagi Peserta Pemilu untuk mencitrakan diri, juga bagi para pendukung, simpatisan atau masyarakat umum.

Dalam tatanan ini pula, kita dipilihkan tentang bijak atau tidaknya kita memanfaatkan wadah ini.

Jejaring yang mempermudah komunikasi antar sesama tentu adalah sebuah kemajuan teknologi manusia, kemajuan peradaban yang harusnya lebih memberikan manfaat.

Kenyataan yang muncul adalah munculnya primordialis individual dan sekat-sekat sosial.

Menjelang Pemilukada 2020 di Kabupaten Kepulauan Selayar, integritas penyelenggara tentu menjadi barang wajib yang harus diciptakan oleh KPU dan seluruh perangkatnya.

Meskipun didalamnya terdapat individu yang memiliki hak Politis, tapi netralitas penyelenggara pemilu adalah hal yang paling fundamental dalam penyelenggaraan.

Begitu pun dengan TNI-Polri yang memiliki tugas menjamin keamanan Pemilu dengan jaminan Netralitas.

Sekat-sekat Sosial

Dinamika Sosial dalam tatanan sistem yang terus berkembang, upaya setiap individu untuk menampakkan eksistensinya dalam pergaulan antar sesama, telah menjadi melahirkan kelompok-kelompok bahkan klasifikasi strata sosial.

Kedudukan secara politik dan tolak ukur kemampuan ekonomi sudah menjadi bagian dari cara pandang sosial. Dalam agama, inilah yang banyak menjadi candu sehingga memunculkan “Ujub” sebagai benih kesombongan.

Candu ini pula yang kadang mengakibatkan hilangnya pengendalian diri dalam berkata dan bersikap pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. “Semoga Allah melindungi kita dari sifat Sombong”

Kaburnya budaya “Sipakatau”

Salah satu kearifan lokal Bugis-Makassar yang dikenal sistem budaya yang merupakan pegangan hidup individu dalam bermasyarakat.

Jadi setiap orang diandaikan mampu mengamalkan nilai-nilai positif itu tadi menjadi arahan dan tuntunan sosialnya.

Itulah sebabnya, salah satu pondasi terwujudnya struktur kekeluargaan antar individu ditentukan oleh sikap seseorang. Sikap yang diterapkan oleh leluhur Bugis di segala sektor kehidupan bisa diserap dari nilai-nilai sipakatau, sipakalebbi, dan sipakainge.

Visi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar adalah Terwujudnya Masyarakat Maritim Yang Sejahtera Berbasis Nilai Keagamaan dan Budaya.

Visi tersebut kemudian didukung dengan Misi Mewujudkan nilai keagamaan sebagai sumber inspirasi dan basis nilai utama dalam pembangunan secara terencana, menyeluruh dan berkelanjutan.

Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik melalui pendekatan aspiratif, partisipatif dan transparan;

Mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat;Mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan investasi swasta di sektor perikanan, kelautan dan pariwisata;

Mewujudkan pengelolaan potensi sumber daya alam sesuai keungguluan komparatif dan kompetitif daerah;

Mewujudkan peningkatan produktifitas dan daya saing daerah serta sentra pertumbuhan di sektor agrobisnis dan agromaritim yang berbasis pada ekonomi kerakyatan;

Mewujudkan pelestarian tradisi dan kearifan lokal melalui strategi kebudayaan.

Visi misi tersebut adalah sebuah gambaran dari tujuan mulia Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar.

Tercapai atau tidaknya Visi misi tersebut tentu dapat diukur dengan terlaksananya program-program pendukung pun ini menjadi bahan perdebatan karena berhasil tidaknya sebuah program menjadi sangat relatif, apalagi dibahas dalam ruang subyektivitas.

Yang paling penting adalah bagaimana tujuan tersebut tidak dinodai sejak awal. Kearifan lokal “Sipakatau” yang terabaikan hanya karena perbedaan persepsi dan dukungan.

Saya memilih untuk mengucapkan kata “Tabe'” khususnya kepada para Pejabat Pemerintahan, Tokoh Politik, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Kalangan Intelektual dan Para Aktifis.

Bahwa apa yang Bapak/Ibu perbuat , apa yang anda katakan, yang anda tulis adalah contoh bagi masyarakat luas, bagi mereka yang masih merasa tak berhak dilabeli kata pejabat, kata tokoh, aktifis dan atau sebutan lain yang menunjukkan bahwa kita pernah mengenyam pendidikan lebih, kita adalah bagian dari keluhuran Bugis-Makassar yang “Sipakatau, Sipakainga dan Sipakalebbi”.

Semoga kita dapat menyongsong Pemilukada 2020 dengan lebih bermartabat, lebih demokratis dan tetap dalam tatanan Masyarakat Selayar yang berbudaya…….

Comment