MEDIATA.ID — Angin segar berhembus bagi Masyarakat Hukum Adat di seluruh Indonesia. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menunjukkan keseriusan penuh untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. Bahkan, target ambisius pengesahan di tahun 2025 pun dicanangkan!
Langkah konkret DPD RI diwujudkan melalui pembentukan Tim Kerja Akselerasi yang khusus bertugas mempercepat pembahasan RUU prioritas ini.
Terbaru, pada 28 April 2025, tim ini menggelar diskusi intensif dengan dua organisasi penting yang selama ini vokal memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat, yaitu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Kemitraan.
Ketua Tim Kerja Akselerasi DPD RI, Teras Narang, dengan tegas menyatakan bahwa DPD RI sebagai representasi daerah merasa pentingnya kehadiran UU yang komprehensif.
UU ini diharapkan mampu mengatur pengakuan, perlindungan, pemberdayaan, serta peran aktif Masyarakat Hukum Adat dalam pembangunan nasional dan pembentukan kebijakan negara yang berkeadilan.
Dalam diskusi tersebut, urgensi RUU ini kembali mengemuka dengan data yang memprihatinkan. Rukka Sombolinggi dari AMAN mengungkapkan, dalam satu dekade terakhir, tercatat 678 kasus konflik agraria di wilayah adat, mengakibatkan hilangnya 11,07 juta hektar wilayah adat.
Ketiadaan payung hukum yang kuat menjadi penyebab utama pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat ini. Meski mengapresiasi draf RUU dari DPD RI, AMAN tetap menekankan perlunya sinkronisasi dengan berbagai undang-undang sektoral lainnya serta menghilangkan stigma negatif terhadap Masyarakat Adat terkait pembangunan.
Senada dengan AMAN, Kemitraan melalui Moch Yasir Sani menyoroti betapa lamanya RUU ini terkatung-katung di DPR dan Pemerintah. Ia menekankan bahwa RUU ini harus mampu menjawab tantangan zaman dan bersifat inklusif, memperhatikan hak-hak perempuan, penyandang disabilitas, dan anak-anak dalam komunitas adat.
Beberapa usulan penyempurnaan pun disampaikan, termasuk penambahan bab tentang tata kelola pemerintahan Masyarakat Adat dan penyederhanaan mekanisme pengakuan hak adat.
Para anggota Tim Akselerasi DPD RI juga memberikan pandangan beragam namun konstruktif. Ismeth Abdullah menekankan pentingnya RUU ini memperkuat persatuan nasional tanpa menimbulkan konflik baru.
Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra melihat perlunya integrasi antara kepentingan adat dan pembangunan nasional.
Bisri As Shiddiq Latuconsina mengingatkan bahwa semangat nasionalisme justru lahir dari Masyarakat Adat.
Sementara Amirul Tamim menyoroti perlunya diskusi lebih lanjut mengenai judul RUU agar lebih sesuai dengan substansinya.
Sekretaris Tim Akselerasi, Abdul Kholik, menegaskan langkah selanjutnya adalah memastikan ketersediaan data valid terkait pelanggaran hak Masyarakat Adat dan menyusun target waktu pembahasan yang jelas untuk menyempurnakan draf RUU.
Dengan semangat kolaborasi yang kuat antara DPD RI, AMAN, dan Kemitraan, harapan untuk pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat/Perlindungan Hak Masyarakat Adat di tahun 2025 semakin menguat.
Ini diharapkan menjadi babak baru dalam pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat di seluruh penjuru Nusantara. (*)
Comment