Sejak Rasulullah saw sukses mendirikan Daulah Islam di Madinah pasca hijrah, beliau menyetujui penggunaan mata uang Dinar-Dirham sebagai mata uang resmi negara. Dinar-Dirham memang telah lama digunakan oleh masyarakat saat itu.
Rasulullah saw. lalu menyetujui timbangan kaum Quraisy sebagai standar timbangan Dinar-Dirham. Sabda beliau:
اَلْوَزَنُ وَزْنُ أَهْلِ مَكَّةَ وَالْمِكْيَالُ مِكْيَالُ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ
Timbangan yang berlaku adalah timbangan penduduk Makkah dan takaran yang berlaku adalah takaran penduduk Madinah (HR Abu Dawud).
Jika dibandingkan dengan timbangan sekarang ini, satu Dinar setara dengan 4,25 gram emas dan satu Dirham setara dengan 2,975 gram perak. Berdasarkan hal ini, Islam jelas menghubungkan mata uangnya, yaitu Dinar dan Dirham, dengan emas dan perak.
Dalam Islam, emas dan perak adalah standar baku dalam bertransaksi. Artinya, emas dan perak adalah sistem mata uang yang digunakan sebagai alat tukar. Kesimpulan ini berdasarkan beberapa alasan berikut:
Pertama, ketika Islam melarang penimbunan harta (kanz al-mâl), Islam hanya mengkhususkan larangan penimbunan untuk emas dan perak. Adapun mengumpulkan harta selain emas dan perak tidak disebut kanz al-mâl, melainkan ihtikâr. Jadi jelas larangan ini ditujukan pada alat tukar (medium of exchange). Allah SWT berfirman:
وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ
Orang yang menimbun emas dan perak, yang tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahulah mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksaan yang pedih (TQS at-Taubah [9]: 34).
Kedua, Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku. Ketika Islam menetapkan diyat (denda/tebusan), Islam telah menentukan diyat tersebut dengan ukuran tertentu, yaitu dalam bentuk emas. Saat Islam mewajibkan hukuman potong tangan terhadap praktik pencurian, Islam juga menentukan ukuran tertentu dalam bentuk emas.
Ketiga, Rasulullah saw. telah menetapkan Dinar (emas) dan Dirham (perak) saja sebagai mata uang. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk ‘ûqyah, dirham, dâniq, qirâth, mitsqâl dan dinar. Semua ini sudah masyhur digunakan oleh masyarakat dalam bertransaksi. Rasulullah saw. pun mendiamkan hal demikian berlangsung.
Keempat, ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah SWT telah mewajibkan zakat tersebut atas emas dan perak. Allah SWT menentukan nishâb zakatnya dengan nishâb emas dan perak. Adanya zakat uang berupa emas dan perak menunjukkan bahwa mata uang dalam Islam berupa emas dan perak.
Kelima, hukum-hukum tentang transaksi pertukaran mata uang (money changer) hanya dalam bentuk emas dan perak. Semua transaksi dalam bentuk finansial yang dinyatakan dalam Islam hanya dinyatakan dalam emas dan perak.
Kemudian ide tersebut juga disampaikan oleh Sugiharto saat masih menjabat sebagai menteri negara dan BUMN. Dia menyampaikan pada konferensi ke-12 Mata Uang Negara-negara Asia Tenggara pada 2005.
Dinar dan dirham menurutnya merupakan solusi guna mengantisipasi ancaman inflasi tersebut karena emas dianggap sebagai barang yang memiliki stabilitas nilai. Dia khawatir akan ancaman inflasi terhadap mata uang di kawasan Asia Tenggara.
Selanjutnya PT Aneka Tambang, Tbk memproduksi dinar-dirham, yang standarnya diawasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan London Bullion Market Association (LBMA). LBMA ini merupakan sebuah lembaga pengatur standar harga emas aktual yang berlaku di masyarakat dan harga emas tetap.
Melansir situs Logam Mulia Antam, dinar dan dirham dikenal sebagai alat perdagangan paling stabil dan sesuai prinsip syariah sejak berabad-abad lamanya. Selain itu, dinar dan dirham dapat digunakan untuk pembayaran zakat, alat investasi, simpanan, dan mahar. (*)
Comment